Social Icons

Rabu, 10 Oktober 2012

Puisi Nanggroe

Kumpulan Puisi Yang Terdampar di dalam Samudra,
Dan kini di angkat kembali ke permukaan
























readmore...

Selasa, 09 Oktober 2012

JEJIWA SASTRA



Duduk termanggu di keheningan malam
Berfantasi di pelupuk kerinduan
Lisan ku tak mampu bersenandung
Bergumam di bibir bergema d hati
Di ujung rindu berbatas sepi.

Ku torehkan aksara guratan jiwa
Menyelimuti ungkapan semua rasa
Berirama dalam tumpukan tinta 
Kesabaranku tak akan pernah sirna
Menanti hadirmu di relung sukma...!

Hai.. para jejiwa pejuang sastra...!
Mengapa jejak langkahmu tak lagi membekas
Torehan aksara mu bagaikan sepercik asa
Yang mulai enggan menyapa jiwa-jiwa
Dalam dunia penuh fatamorgana.

Walaupun gelap menemukan terang cahaya
Diriku tetap menghitam tak berdaya
Terbelenggu dan  terdiam tak bergema 
Diantara riak badai aksara jiwa
Tersudut dan tersipu tanpa kata.

Sambutlah rinduku wahai jejiwa sastra
Bangitkan gairah dalam majas majas mu
Tawarkan jiwa sepi yg tak berpenghuni
Dalam torehan arti perjuangan ini......!



By.Azli Andi 
readmore...

Geliat sastra lahir dari pribadi kreatif.

Geliat sastra lahir dari pribadi kreatif. 
 
Ia mungkin saja menjadi sekadar gerak-riak. Sangat boleh jadi pula menjelma gelombang ombak yang memukau. Segalanya bergantung pada kegelisahan kreatif seorang individu sastrawan. Maka, kreativitas bagi sastrawan sesungguhnya merupakan ruh yang memungkinkannya melakukan tindak mencipta, berkarya, dan membuat perubahan. “Kreativitas harus menjadi tanda per
ubahan mentalitas yang sangat berarti dalam diri makhluk manusia,” begitulah Nietzsche menekankan pentingnya kreativitas bagi manusia.
1. Itulah sebabnya, Nietzsche beranggapan, bahwa “Para pencipta adalah kaum yang lebih tinggi.” 
2. Mengingat kesusastraan –dan kesenian umumnya—tidak dapat terlepas dari soal kreativitas ini, jadilah ia serta-merta menyatu dengan proses kreatif penciptaan. Tanpa itu, ia akan menjadi tukang, pembebek, atau masuk dalam barisan para epigon; kelompok penjiplak yang malas memanfaatkan otaknya.

Penciptaan karya sastra adalah urusan individu. Kemandirian seorang sastrawan adalah modal utama. Dengan begitu, independensi mutlak menjadi dasar sosok pribadinya. Hanya dengan itu, ia dapat menggenggam gelombang yang kapan saja dapat dipancarkan ke segala arah atau cukup untuk dirinya sendiri. Maka, celakalah seorang sastrawan yang begitu amat bergantung pada pihak lain. Ketergantungan akan membawa seorang sastrawan pada musibah besar keterkungkungan kreatif. Ia terbelenggu oleh ketakbebasan. Itulah penjara pikiran yang sangat berbahaya bagi kebebasan berkreasi. Bukankah kebebasan merupakan fitrah manusia yang akan menjadikannya sebagai manusia yang bermartabat. Dalam bahasa eksistensialisme, “Realitas manusia adalah bebas, pada dasarnya dan sepenuhnya bebas!”

3.Komunitas sastra adalah sekelompok manusia –yang mestinya—independen. Mereka adalah sekumpulan pribadi yang sering kali dipersatukan oleh kegelisahan yang sama mengenai persoalan kesusastraan persekitarannya. Tidak jarang pula mereka mempunyai pandangan dan harapan tertentu dalam menyikapi masa depan kesusastraan bangsanya. Mereka berkumpul dan berinteraksi dengan kesadaran adanya kesamaan kegelisahan, harapan, dan pandangan. Mereka niscaya sangat menyadari pentingnya mengusung kebebasan berkreasi. Jika di dalamnya ada simpang-siur gagasan, perbalahan pendapat, pertentangan ideologi atau perselingkuhan kreatif, tentu saja semuanya sah. Itulah salah satu konsekuensi diberlakukannya kebebasan berpendapat dan kebebasan berkreasi. Oleh karena itu, biarkanlah perbedaan itu tetap mekar. Suburkan pula perbalahan dalam kerangka olah pikir. Silakan perbedaan itu menjadi bebuahan karya yang kaya gagasan, memancarkan dan menyemarakkan pergulatan pemikiran, melimpahkan model yang beraneka ragam dan menjelmakan rangkaian peristiwa kemanusiaan yang bermartabat, luhur dan berbudaya.
readmore...