Teori Psikoanalisis Sastra
Teori
sastra psikoanalisis menganggap bahwa karya sastra sebagai symptom
(gejala) dari pengarangnya. Dalam pasien histeria gejalanya muncul dalam
bentuk gangguan-gangguan fisik, sedangkan dalam diri sastrawan
gejalanya muncul dalam bentuk karya kreatif. Oleh karena itu, dengan
anggapan semacam ini, tokoh-tokoh dalam sebuah novel, misalnya akan
diperlakukan seperti manusia yang hidup di dalam lamunan si pengarang.
Konflik-konflik kejiwaan yang dialami tokoh-tokoh itu dapat dipandang
sebagai pencerminan atau representasi dari konflik kejiwaan pengarangnya
sendiri. Akan tetapi harus diingat, bahwa pencerminan ini berlangsung
secara tanpa disadari oleh si pengarang novel itu sendiri dan sering
kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi
dengan mimpi. Dengan kata lain, ketaksadaran pengarang bekerja melalui
aktivitas penciptaan novelnya. Jadi, karya sastra sebenarnya merupakan
pemenuhan secara tersembunyi atas hasrat pengarangnya yang terkekang
(terepresi) dalam ketaksadaran.
Teori Sastra Struktural
Studi (kajian) sastra struktural tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai objek kajiannya.
Yang
menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra, yaitu seperangkat
konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur
dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain
dalam keseluruhan yang utuh. Meskipun konvensi yang membentuk sistem
sastra itu bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu,
namun studi sastra struktural beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat
dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur teks sastra itu
sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial.
Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai
unsur yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu
pengetahuan tentang sistem sastra.
Teori Sastra Feminis
Teori
sastra feminisme melihat karya sastra sebagai cerminan realitas sosial
patriarki. Oleh karena itu, tujuan penerapan teori ini adalah untuk
membongkar anggapan patriarkis yang tersembunyi melalui gambaran atau
citra perempuan dalam karya sastra. Dengan demikian, pembaca atau
peneliti akan membaca teks sastra dengan kesadaran bahwa dirinya adalah
perempuan yang tertindas oleh sistem sosial patriarki sehingga dia akan
jeli melihat bagaimana teks sastra yang dibacanya itu menyembunyikan dan
memihak pandangan patriarkis. Di samping itu, studi sastra dengan
pendekatan feminis tidak terbatas hanya pada upaya membongkar
anggapan-anggapan patriarki yang terkandung dalam cara penggambaran
perempuan melalui teks sastra, tetapi berkembang untuk mengkaji sastra
perempuan secara khusus, yakni karya sastra yang dibuat oleh kaum
perempuan, yang disebut pula dengan istilah ginokritik. Di sini yang
diupayakan adalah penelitian tentang kekhasan karya sastra yang dibuat
kaum perempuan, baik gaya, tema, jenis, maupun struktur karya sastra
kaum perempuan. Para sastrawan perempuan juga diteliti secara khusus,
misalnya proses kreatifnya, biografinya, dan perkembangan profesi
sastrawan perempuan. Penelitian-penelitian semacam ini kemudian
diarahkan untuk membangun suatu pengetahuan tentang sejarah sastra dan
sistem sastra kaum perempuan.
Teori Sastra Struktural
Teori
resepsi pembaca berusaha mengkaji hubungan karya sastra dengan resepsi
(penerimaan) pembaca. Dalam pandangan teori ini, makna sebuah karya
sastra tidak dapat dipahami melalui teks sastra itu sendiri, melainkan
hanya dapat dipahami dalam konteks pemberian makna yang dilakukan oleh
pembaca. Dengan kata lain, makna karya sastra hanya dapat dipahami
dengan melihat dampaknya terhadap pembaca. Karya sastra sebagai dampak
yang terjadi pada pembaca inilah yang terkandung dalam pengertian
konkretisasi, yaitu pemaknaan yang diberikan oleh pembaca terhadap teks
sastra dengan cara melengkapi teks itu dengan pikirannya sendiri. Tentu
saja pembaca tidak dapat melakukan konkretisasi sebebas yang dia kira
karena sebenarnya konkretisasi yang dia lakukan tetap berada dalam batas
horizon harapannya, yaitu seperangkat anggapan bersama tentang sastra
yang dimiliki oleh generasi pembaca tertentu. Horizon harapan pembaca
itu ditentukan oleh tiga hal, yaitu
1. kaidah-kaidah yang terkandung dalam teks-teks sastra itu sendiri,
2. pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan berbagai teks sastra, dan
3. kemampuan pembaca menghubungkan karya sastra dengan kehidupan nyata.
Butir
ketiga ini ditentukan pula oleh sifat indeterminasi teks sastra, yaitu
kesenjangan yang dimiliki teks sastra terhadap kehidupan real.
Teori
resepsi sastra beranggapan bahwa pemahaman kita tentang sastra akan
lebih kaya jika kita meletakkan karya itu dalam konteks keragaman
horizon harapan yang dibentuk dan dibentuk kembali dari zaman ke zaman
oleh berbagai generasi pembaca. Dengan begitu, dalam pemahaman kita
terhadap suatu karya sastra terkandung dialog antara horizon harapan
masa kini dan masa lalu. Jadi, ketika kita membaca suatu teks sastra,
kita tidak hanya belajar tentang apa yang dikatakan teks itu, tetapi
yang lebih penting kita juga belajar tentang apa yang kita pikirkan
tentang diri kita sendiri, harapan-harapan kita, dan bagaimana pikiran
kita berbeda dengan pikiran generasi lain sebelum kita. Semua ini
terkandung dalam horizon harapan kita.
Psikoanalisis
adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para
pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.
Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939.
Pada
mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan
Freud saja, sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis” Freud sama
artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari
ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan
istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan
ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler,
yang menciptakan nama “psikologi analitis” (en: Analitycal psychology)
dan “psikologi individual” (en: Individual psychology) bagi ajaran
masing-masing.
Psikoanalisis memiliki tiga penerapan:
1) suatu metoda penelitian dari pikiran;
2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan
3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Dalam
cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi
teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia
dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang
disebut “psikoanalitis” berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang
juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi
berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen
dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi..
Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.
Dikkutip dari wikipedia.
Dalam ilmu seni rupa dan sastra ilmu psikoanalisis atau psiko analisa seringkali dikaitkan dengan aliran atau paham surealisme.
Surealisme merupakan gerakan seni yang mula-mula tumbuh di Eropa dan
kemudian meluas secara internasional. Misteri tentang ketidaksadaran yang
dihadapi para seniman seakan bertemu dengan wacana psikoanalisis yang
dikembangkan Sigmund Freud. Estetika yang dikembangkan kaum Surealis
berakar dari Dadaisme yang antiseni dan Pittura Metafisica Italia yang
mendedahkan dunia khayal di era sebelumnya
dikutip dari ( http://file.upi.edu/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar